Masjid Sayyidah Zainab Damaskus, sebuah pertautan dan integrasi segala seni.
REPUBLIKA.CO.ID, Salah satu tujuan
ziarah dan wisata ruhani menarik lain di Damaskus, Suriah, adalah Masjid
Sayyidah Zainab. Masjid anggun sekaligus makam bergaya Iran ini terletak di
selatan Damaskus. Masjid ini menarik minat peziarah Muslim Syiah dari Iran dan
seluruh dunia karena arsitektur keramiknya yang kebiru-biruan dan adanya makam
Sayiddah Zainab, putri Ali bin Abi Thalib, cucu Nabi Muhammad SAW. Sebagian besar wisatawan atau
peziarah yang mengunjungi Damaskus kerap melewatkan makam Sayyidah Zainab,
namun keberadaannya sangat berharga sebagai sebuah bangunan indah dan
pemandangan penuh emosi bagi Muslim Syiah di luar Karbala dan Najaf di Irak.
Mengunjungi tempat ini begitu mudah dengan menggunakan taksi, dan pengunjung
non-Muslim pun dipersilakan datang, namun terbatas di luar area makam.
Makam dan Masjid Sayiddah Zainab
diyakini merupakan bekas rumah Siti Zainab, putri Ali bin Abi Thalib (Khalifah
Rasyidah keempat). Dia ditawan oleh tentara Yazid bin Muawiyah setelah
pembantaian saudara-saudaranya, Hassan dan Hussein, di Karbala dan Najaf. Bagi
Muslim Syiah saat ini, ketika keluarga Ali dikhianati adalah saat yang
menentukan dan paling tragis dalam sejarah mereka. Dus, suasana di kompleks
Masjid Sayyidah Zainab bukanlah sebuah ritual atau ibadah yang tenang dan
senyap, namun gairah berkabung yang diruapi ratapan, nyanyian, tangisan dan
'penyiksaan' diri dengan memukul-mukul dada.
Adapun masjidnya sendiri dibangun
Sejak 1990-an, di atas sebuah makam yang sudah ada sebelumnya. Memang lokasi
masjid ini agak sedikit sulit ditemukan, ia bagai tersembunyi di balik deretan
toko, pasar dan hotel-hotel. Untuk menemukannya, cukup dengan melihat salah
satu menara biru yang menjulang, atau lebih baik lagi dengan mengikuti arus
peziarah berjubah hitam yang mengalir menuju pintu masuknya.
Masjid ini terdiri dari sebuah
halaman luas dengan bangunan di tengahnya. Secara arsitektur, masjid ini
memiliki semua ciri-ciri masjid khas Iran; dekorasi hiasan yang menonjolkan
keramik biru, lapisan emas, dan cermin kaca. Masjid ini dilindungi kubah emas
berkilauan. Halaman masjid biasanya penuh dengan pria dan wanita yang berbaris
dalam lingkaran, melagukan kidung dalam bahasa Persia atau Arab sambil
memukul-mukul dada mereka. Seringkali aksi ini sengaja direkam dengan kamera
video. Adegan ini dipimpin oleh seorang imam.
Ketika bernyanyi dan memukul dada,
aliran air mata menetes deras di pipi mereka, seolah-olah mereka merasakan
tragedi pedih yang dialami Zainab ketika kehilangan saudara dan menjadi
tawanan. Dalam ritual ini, seolah-olah mereka menghadiri sendiri pemakaman
Zainab. Dan itulah cara Syiah memandang peristiwa yang menimpa cucu Rasulullah.
Kompleks makamnya sendiri terbagi menjadi dua bagian; untuk pria dan wanita.
Alas kaki harus ditinggalkan di depan pintu makam. Ruangan makam, walau relatif
kecil namun selalu ramai. Ruang untuk jamaah wanita dan pria hanya dibatasi
oleh dinding kayu tipis. Ratap dan isak tangis dari kedua bagian ini saling
sahut-bersahutan ke sisi yang lain. Tak hanya dari ruangan wanita, dari
ruangan ziarah kaum pria pun isak tangis yang terdengar tak kalah serunya.
Semua yang hadir, tua ataupun muda duduk membentuk lingkaran sambil memukul
dada, menangis dan meratap. Saking ekstasenya, beberapa orang bahkan
melemparkan diri ke dinding makam, memeluk, memutari dan menghujaninya dengan
ciuman. Yang lain berlutut dan berdoa, dahi mereka menempel pada serpihan batu
yang diambil dari bumi Karbala.
Para sejarawan mengatakan bahwa Mousa
Murtadha—kakek sang penjaga makam—membangun kompleks makam dari campuran batu,
bata dan kayu. Pada 1870 langit-langit makam yang hancur direnovasi dengan bata
dan diperkuat kerangka kayu oleh Salim Murtadha, yang memberikan hak
pemeliharaan makam kepada anaknya, dan kemudian penerusnya yang tertua. Saat
ini komplek makam Sayyidah Zainab dikelola oleh sebuah komite yang diketuai
bersama oleh Hani Murtadha dan Mohammad Ridha Murtadha.
Pada 1952, Mohammad Ridha Murtadha
menyiapkan skema kompleks Masjid Sayyidah Zainab dengan luas 150 x 190 meter
persegi; luas halaman 90 x 90 meter persegi dan luas ruang utama masjid 30 X 30
meter persegi. Lantai masjid ditutupi ubin marmer berkilau. Masjid ini memiliki
empat pintu gerbang, masing-masing selebar empat meter dengan serambi seluas
empat meter pula. Atap masjid setinggi 10 meter ditutupi dengan keramik
dan porselen Iran nan indah. Kubahnya dilapisi lempengan emas murni yang
membuatnya berkilauan di siang maupun malam hari, kian menarik dipandang dari
segala penjuru.
Jika arsitektur dianggap sebagai
cetakan seni terintegrasi, maka Masjid Sayyidah Zainab merepresentasikan nilai
estetika dan arsitektur Islam modern. Ia memperkaya khazanah Islam dan warisan
dunia karena mempertautkan semua bentuk keindahan seni; fotografi, ornamen,
kaligrafi, selain seni terapan seperti porselen, cermin, kaca, dekorasi, karpet
tenun, dan balutan pencahayaan. Untuk memperluas area masjid, berdasarkan
rekomendasi Menteri Waqaf dan Departemen Perumahan, komite pembangunan membeli
beberapa real estate di sebelahnya pada 1979 dan mengalokasikan anggaran yang
diperlukan untuk memulai proyek perluasan yang hingga kini belum terlaksana. Komite
ini menjadikan masjid sebagai sebuah usaha wisata religius yang digarap secara
profesional dengan karyawan sebanyak 90 orang. Salah satu tugas komite lainnya
adalah mendanai dan melindungi masjid serta mengelola keuangannya. Kini Masjid
Sayyidah Zainab merupakan salah satu situs wisata religi di Suriah, dikunjungi
oleh lebih dari satu setengah juta orang tiap tahunnya.
Redaktur: cr01
Sumber: Dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar