REPUBLIKA.CO.ID,ISTANBUL-- Berita
membahagiakan datang dari Istambul, Turki. Terbetik kabar, bangunan bersejarah
Hagia Sophia atau Aya Sofia akan difungsikan sebagai masjid kembali. Bangunan
bersejarah, Hagia Sophia di Istanbul, tersebut sebelumnya merupakan Katedral
Ortodoks Cathedral dan sebuah masjid, lalu menjadi museum. Surat Kabar Turki, Sabah,
Senin (31/10/2011) melaporkan perbaikan tengah dilakukan guna memfungsikan
kembali Hagia Sofia sebagai sebuah Masjid. Dalam perbaikan itu, sebuah mimbar
rencananya akan dibangun. Sebelumnya, Wakil Perdana Menteri Turki Bulent Arinc
saat kunjungan ke museum mengatakan pemerintah Turki akan melakukan perubahan
besar pada Hagia Sofia.
Sumber: http://www.tourgarage.com/destinations/turkey.html
Aya Sofia Akulturasi Budaya Islam-Kristen
Pada masa dinasti
Turki Utsmani, dibangun empat buah menara sebagai simbol Islam. Kini namanya
Museum Aya Sofia. Sebelum menjadi museum, bangunan ini dulunya adalah masjid.
Dan sebelum menjadi masjid, ia adalah gereja yang bernama Haghia Sopia. Usia
bangunan ini sudah sangat tua, sekitar lima abad. Bangunan ini merupakan
kebanggaan masyarakat Muslim di Istanbul, Turki. Keindahan arsitekturnya begitu
mengagumkan para pengunjung. Karenanya, jika berkunjung ke Istanbul, belum
lengkap tanpa melihat kemegahan Aya Sofia.
Tampak dari luar,
pengunjung disuguhkan ukuran kubah yang begitu besar dan tinggi. Ukuran
tengahnya 30 meter, tinggi dan fundamennya 54 meter. Ketika memasuki area
bangunan, pengunjung dibuai oleh keindahan interior yang dihiasi mosaik dan
fresko. Tiang-tiangnya terbuat dari pualam warna-warni. Sementara dindingnya
dihiasi beraneka ragam ukiran. Selain keindahan interior, daya tarik bangunan
ini juga didapat dari nilai sejarahnya. Di sinilah simbol pertarungan antara
Islam dan non-Islam, termasuk di dalamnya nilai-nilai sekuler pascaruntuhnya
Kekhalifahan Turki Usmani.
Gereja
Sebelum diubah
menjadi masjid, Aya Sofia adalah sebuah gereja bernama Hagia Sophia yang
dibangun pada masa Kaisar Justinianus (penguasa Bizantium), tahun 558 M.
Arsitek Gereja Hagia Sophia ini adalah Anthemios (dari Tralles) dan Isidorus (dari
Miletus). Berkat tangan Anthemios dan Isidorus, bangunan Hagia Sophia muncul
sebagai simbol puncak ketinggian arsitektur Bizantium. Kedua arsitek ini
membangun Gereja Hagia Sophia dengan konsep baru. Beberapa perubahan pun
dilakukan oleh para penerus keduanya, terutama menyangkut kubahnya. Hal ini
dilakukan setelah orang-orang Bizantium mengenal bentuk kubah dalam arsitektur
Islam, terutama dari kawasan Suriah dan Persia. Keuntungan praktis bentuk kubah
yang dikembangkan dalam arsitektur Islam ini, terbuat dari batu bata yang lebih
ringan daripada langit-langit kubah orang-orang Nasrani di Roma, yang terbuat
dari beton tebal dan berat, serta mahal biayanya.
Konsep kubah dalam
arsitektur Islam ini dikombinasikan dengan bentuk bangunan gereja yang
memanjang. Dari situ kemudian muncullah bentuk kubah yang berbeda secara
struktur, antara kubah Romawi dan kubah Bizantium. Pada arsitektur Romawi,
kubah dibangun di atas denah yang sudah harus berbentuk lingkaran, dan struktur
kubahnya ada di dalam tembok menjulang tinggi, sehingga kubah itu sendiri
hampir tidak kelihatan. Sedangkan kubah dalam arsitektur Bizantium dibangun di
atas pendentive--struktur berbentuk segitiga melengkung yang menahan
kubah dari keempat sisi denah persegi--yang memungkinkan bangunan kubah
tersebut terlihat secara jelas.
Bangunan gereja
ini sempat hancur beberapa kali karena gempa, kemudian dibangun lagi. Pada 7
Mei 558 M, di masa Kaisar Justinianus, kubah sebelah timur runtuh terkena
gempa. Pada 26 Oktober 986 M, pada masa pemerintahan Kaisar Basil II
(958-1025), kembali terkena gempa. Akhirnya, renovasi besar-besaran dilakukan
agar tak terkena gempa di awal abad ke-14.
Pengembangan Turki Usmani
Pada 27 Mei 1453,
Konstantinopel takluk oleh tentara Islam di bawah pimpinan Muhammad II bin
Murad II atau yang terkenal dengan nama Muhammad Al-Fatih yang artinya sang
penakluk. Saat berhasil menaklukkan kota besar Nasrani itu, Al-Fatih turun dari
kudanya dan melakukan sujud syukur. Ia pergi menuju Gereja Hagia Sophia.
Saat itu juga, bangunan gereja Hagia Sophia diubah fungsinya menjadi masjid
yang diberi nama Aya Sofia. Pada hari Jumatnya, atau tiga hari setelah
penaklukan, Aya Sofia langsung digunakan untuk shalat Jumat berjamaah. Sepanjang
kekhalifahan Turki Usmani, beberapa renovasi dan perubahan dilakukan terhadap
bangunan bekas gereja Hagia Sophia tersebut agar sesuai dengan corak dan gaya
bangunan masjid.
Dalam sejarah
arsitektur Islam, orang-orang Turki dikenal sebagai bangsa yang banyak memiliki
andil dalam pengembangan arsitektur Islam ke negara-negara lainnya. Sementara
dalam masalah keagamaan, orang-orang Turki terkenal sangat bijak, sebab mereka
tidak memaksakan penduduk daerah taklukannya untuk masuk Islam, meskipun mereka
berani berperang untuk membela Islam. Karena orang-orang Turki yang beragama
Islam cukup arif, maka ketika Gereja Hagia Sophia dialihfungsikan menjadi
masjid pada 1453, bentuk arsitekturnya tidak dibongkar. Kubah Hagia Sophia yang
menjulang ke atas dari masa Bizantium ini tetap dibiarkan, tetapi penampilan
bentuk luar bangunannya kemudian dilengkapi dengan empat buah menara. Empat
menara ini, antara lain, dibangun pada masa Al-Fatih, yakni sebuah menara di
bagian selatan. Pada masa Sultan Salim II, dibangun lagi sebuah menara di
bagian timur laut. Dan pada masa Sultan Murad III, dibangun dua buah menara.
Pada masa Sultan
Murad III, pembagian ruangnya disempurnakan dengan mengubah bagian-bagian
masjid yang masih bercirikan gereja. Termasuk, mengganti tanda salib yang
terpampang pada puncak kubah dengan hiasan bulan sabit dan menutupi
hiasan-hiasan asli yang semula ada di dalam Gereja Hagia Sophia dengan tulisan
kaligrafi Arab. Altar dan perabotan-perabotan lain yang dianggap tidak perlu,
juga dihilangkan.
Begitu pula patung-patung yang ada dan lukisan-lukisannya sudah dicopot atau ditutupi cat. Lantas selama hampir 500 tahun bangunan bekas Gereja Hagia Sophia berfungsi sebagai masjid.
Begitu pula patung-patung yang ada dan lukisan-lukisannya sudah dicopot atau ditutupi cat. Lantas selama hampir 500 tahun bangunan bekas Gereja Hagia Sophia berfungsi sebagai masjid.
Akibat adanya
kontak budaya antara orang-orang Turki yang beragama Islam dengan budaya
Nasrani Eropa, akhirnya arsitektur masjid yang semula mengenal atap rata dan
bentuk kubah, kemudian mulai mengenal atap meruncing. Setelah mengenal bentuk
atap meruncing inilah merupakan titik awal dari pengembangan bangunan masjid
yang bersifat megah, berkesan perkasa dan vertikal. Hal ini pula yang
menyebabkan timbulnya gaya baru dalam penampilan masjid, yaitu pengembangan
lengkungan-lengkungan pada pintu-pintu masuk, untuk memperoleh kesan ruang yang
lebih luas dan tinggi.
Museum
Perubahan drastis
terjadi di masa pemerintahan Mustafa Kemal Ataturk di tahun 1937. Penguasa
Turki dari kelompok Muslim nasionalis ini melarang penggunaan bangunan Masjid Aya
Sofia untuk shalat, dan mengganti fungsi masjid menjadi museum. Mulailah proyek
pembongkaran Masjid Aya Sofia. Beberapa desain dan corak bangunan yang
bercirikan Islam diubah lagi menjadi gereja. Sejak difungsikan sebagai museum,
para pengunjung bisa menyaksikan budaya Kristen dan Islam bercampur menghiasi
dinding dan pilar pada bangunan Aya Sofia. Bagian di langit-langit ruangan di
lantai dua yang bercat kaligrafi dikelupas hingga mozaik berupa lukisan-lukisan
sakral Kristen peninggalan masa Gereja Hagia Sophia kembali
terlihat. Sementara peninggalan Masjid Aya Sofia yang menghiasi dinding
dan pilar di ruangan lainnya tetap dipertahankan. Sejak saat itu, Masjid Aya
Sofia dijadikan salah satu objek wisata terkenal di Istanbul oleh pemerintah
Turki. Nilai sejarahnya tertutupi gaya arsitektur Bizantium yang indah
memesona.
Menjadi Inspirasi dalam Perkembangan Arsitektur Islam
Menjadi Inspirasi dalam Perkembangan Arsitektur Islam
Arsitektur Islam
dapat dikatakan identik dengan arsitektur masjid. Sebab, ciri-ciri arsitektur
Islam dapat terlihat jelas dalam perkembangan arsitektur masjid. Salah satu
masjid yang gaya arsitekturnya banyak ditiru oleh para arsitek Muslim dalam
membangun masjid di berbagai wilayah kekuasaan Islam adalah Masjid Aya Sofia di
Istanbul, Turki. Desain dan corak bangunan Aya Sofia sangat kuat mengilhami
arsitek terkenal Turki Sinan (1489-1588) dalam membangun masjid.
Sinan merupakan
arsitek resmi kekhalifahan Turki Usmani dan posisinya sejajar dengan menteri. Kubah
besar Masjid Aya Sofia diadopsi oleh Sinan--yang kemudian diikuti oleh arsitek
muslim lainnya--untuk diterapkan dalam pembangunan masjid. Salah satu karya
terbesar Sinan yang mengadopsi gaya arsitektur Aya Sofia adalah Masjid Agung
Sulaiman di Istanbul yang dibangun selama 7 tahun (1550-1557). Seperti halnya
Aya Sofia, masjid yang kini menjadi salah satu objek wisata dunia itu memiliki
interior yang megah, ratusan jendela yang menawan, marmer mewah, serta dekorasi
indah. Dalam sejarah arsitektur Islam, orang-orang Turki dikenal sebagai bangsa
yang banyak memiliki andil dalam pengembangan arsitektur Islam hingga ke negara
lainnya.
Misalnya, Dinasti
Seljuk yang menampilkan tiga ciri arsitektur Islam, khususnya arsitektur
masjid. Pertama, Dinasti Seljuk tetap mengembangkan konsep mesjid asli
Arab, dengan lapangan terbuka di bagian tengahnya. Kedua, konsep masjid
madrasah dan berkubah juga dikembangkan. Ketiga, mengembangkan konsep
baru setelah berkenalan dengan kebudayaan Barat, terutama pada masa Dinasti
Umayyah.
Ketika orang-orang
Turki memperluas kekuasaannya atas dasar kepentingan ekonomi dan militer pada
abad ke-11, mereka akhirnya bisa menguasai Bizantium. Saat kebudayaan Islam
bersentuhan dengan kebudayaan Eropa di Kerajaan Romawi Timur (Bizantium/ Konstantinopel)
pada abad ke-11, arsitektur Islam juga menimba teknik dan bentuk arsitektur
Eropa, yang tumbuh dari arsitektur Yunani dan Romawi. Sebaliknya, teknik dan
bentuk arsitektur Islam yang dibawa oleh bangsa Turki juga disadap oleh bangsa
Romawi untuk dikembangkan di Kerajaan Romawi Timur.
Akibat adanya
kontak budaya antara orang-orang Muslim Turki dan budaya Nasrani di Eropa Timur
inilah, arsitektur Islam yang semula hanya mengenal atap bangunan rata dan
bentuk kubah, kemudian mulai mengenal atap meruncing ke atas. Selain itu, sejak
bersentuhan dengan kebudayaan Kerajaan Romawi Timur ini juga, arsitektur Islam
mulai mengenal arsitektur yang bersifat megah, berkesan perkasa, dan
vertikalisme.
- http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/khazanah/09/08/24/71362-aya-sofia-akulturasi-budaya-islam-kristen; Senin, 24 Agustus 2009 20:47 WIB
- http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/11/10/31/ltxgmt-turki-kembalikan-museum-hagia-sophia-menjadi-masjid;; Senin, 31 Oktober 2011 18:16 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar