Interior Masjid Agung Paris
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Saat
bangunan Grande Mosquée de Paris telah resmi digunakan, masyarakat dunia baru
saja pulih dari trauma Perang Dunia pertama yang berlangsung dari 1914 hingga
1918. Kendati pihak Jerman mengalami kekalahan, namun setelah berakhirnya
Perang Dunia pertama ini negara tersebut justru bangkit dan tumbuh menjadi
sebuah kekuatan baru di kancah internasional. Melalui gerakan Nazi, pemimpin
Jerman Adolf Hitler kembali berusaha menancapkan kekuasaan dan pengaruhnya di
dunia melalui berbagai propaganda. Salah satunya, propaganda yang dilancarkan
Nazi adalah menyebarluaskan kebencian terhadap Yahudi. Karenanya ketika pecah
Perang Dunia kedua, bangsa Yahudi pada masa itu hidup di bawah bayang-bayang
ketakutan. Para tentara Jerman Nazi tidak segan-segan untuk membunuh
orang-orang Yahudi. Bahkan mereka mendirikan banyak kamp konsetrasi yang
dikenal dengan nama Holocaust.
Grande Mosquée de Paris atau Masjid
Agung Paris ikut menjadi saksi bisu sejarah kelam bangsa Yahudi ini. Dalam buku
berjudul The Mosque That Sheltered Jews, sang penulisnya Annette
Herskovits, mengungkapkan tentang bagaimana umat Islam di Prancis selama Perang
Dunia kedua membantu ratusan orang Yahudi, kebanyakan anak-anak, melarikan diri
dari Nazi. Herskovits sendiri merupakan anak dari korban tindakan
Holocaust tentara Nazi. Kisah mengenai ini ia temukan dalam sebuah dokumen tua.
Dalam tulisannya, dia menceritakan, komunitas Muslim di Prancis, yang sebagian
besar keturunan Aljazair, telah menyembunyikan sekitar 1.700 orang asing, di
mana sebagian besar adalah Yahudi, dari kamp-kamp pembantaian Nazi. Mereka
disembunyikan di dalam sebuah bangunan masjid yang berada di pusat kota Paris.
Masjid tersebut digambarkan memiliki menara yang tinggi dan sebuah taman yang
indah. Herskovits juga menceritakan, imam masjid saat itu, Si Kaddour
Benghabrit, telah membantu orang-orang Yahudi mendapatkan sejumlah dokumen
palsu, seperti sertifikat identitas sebagai Muslim, akte kelahiran hingga surat
nikah. Sang imam juga benar-benar menyembunyikan mereka di masjid dan di
rumah-rumah yang ada di lingkungan sekitar bangunan masjid. Bahkan ia tidak
segan untuk membantu mereka melarikan diri dengan cara menyusuri Sungai Seine
dan menumpang kapal kargo.
Grande Mosquée de Paris adalah masjid
pertama yang dibangun di Prancis dan sekaligus merupakan masjid terbesar di
negara Eropa Barat tersebut. Masjid ini didirikan setelah berakhirnya Perang
Dunia pertama sebagai tanda terima kasih Prancis kepada komunitas Muslim di
sana yang ikut melawan pasukan Jerman dalam sebuah pertempuran yang berlangsung
di daerah perbukitan utara kota Verdun-sur-Meuse di wilayah bagian utara-timur
Perancis pada 1916.
Masjid yang dibangun di lokasi bekas
Rumah Sakit Mercy ini seluruh pendanaannya disediakan oleh pemerintah Prancis.
Peletakkan batu pertama dilakukan pada tahun 1922. Pada tanggal 15 Juli 1926,
bangunan Grande Mosquée de Paris diresmikan secara simbolis oleh Presiden
Prancis saat itu Gaston Doumergue. Ahmad al-Alawi (1869-1934), seorang tokoh
sufi berdarah Aljazair, ditunjuk sebagai imam shalat pertama sebagai pertanda
diresmikannya masjid baru di kota Paris di hadapan Presiden Doumergue. Imam
Masjid Raya Paris saat ini dijabat oleh Mufti Dalil Boubakeur, yang juga
merupakan Presiden Dewan Muslim Prancis.
Dibangun di atas lahan seluas satu
hektare di daerah komunitas Latin (distrik kelima di Paris), Masjid Raya Paris
memperlihatkan keagungan sebuah bangunan Islam yang ditunjukkan lewat desain
arsitektur dan mozaik-mozaiknya. Masjid itu memperlihatkan aspek klasik dan
perkembangan peradaban seni Islam. Disamping juga bentuk ajaran yang sangat
toleran dan jelas dari agama dan budaya Islam.
Bangunan Grande Mosquée de Paris
terinspirasi oleh Masjid Alhambra di Spanyol. Karenanya jika menilik lebih jauh
setiap detil bangunannya sarat dengan gaya arsitektur Alhambra yang banyak
mengadopsi arsitektur bangsa Moor. Untuk mempertegas gaya Moor, pemerintah
Prancis memerintahkan sejumlah seniman asal Afrika Utara untuk mendesain Grande
Mosquée de Paris. Komunitas Muslim yang bermukim di kota Paris pada masa itu
merupakan para imigran asal Afrika Utara.
Masjid dengan gaya Spanyol-Maroko itu
memiliki menara setinggi 33 meter. Dari atas menara inilah suara adzan
berkumandang memanggil orang-orang untuk menunaikan shalat lima waktu.
Menara yang berbentuk segi empat dan dilapisi keramik hijau toska ini mengadopsi kaidah mazhab Maliki. Pada keramik-keramik tersebut dapat dilihat kerumitan tatahan dinding yang berwarna abu-abu. Di dalam bangunan menara terdapat sebuah tangga yang menuju bagian puncak menara.
Menara yang berbentuk segi empat dan dilapisi keramik hijau toska ini mengadopsi kaidah mazhab Maliki. Pada keramik-keramik tersebut dapat dilihat kerumitan tatahan dinding yang berwarna abu-abu. Di dalam bangunan menara terdapat sebuah tangga yang menuju bagian puncak menara.
Untuk menuju ke dalam kompleks Masjid
Raya Paris, pengunjung harus melalui pintu gerbang utama. Setelah melewati
pintu gerbang ini, pengunjung akan melihat sebuah lapangan yang cukup luas. Di
tengah-tengah lapangan terdapat sebuah sumur. Dan, tidak jauh dari sumur
tersebut terdapat sebuah bangunan yang pada masa awal berdirinya masjid ini
merupakan tempat pemandian umum (hammam) bagi orang-orang Muslim Maroko.
Keberadaan bangunan hammam ini merupakan salah satu ciri khas dari
kompleks bangunan masjid pada masa kejayaan Islam.
Redaktur: Budi Raharjo
Reporter: Nidia Zuraya
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/10/08/09/128931-masjid-agung-paris-tempat-persembunyian-orang-orang-yahudi;
Senin, 09 Agustus 2010 06:26 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar