REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Isfahan
Nisfe Jahan. Slogan berbahasa Persia itu mempunyai arti 'Isfahan Kota
Separuh Dunia'. Gelar ini diberikan kepada kota Isfahan karena keindahannya.
Mungkin agak berlebihan. Namun gelar itu tak salah juga disematkan mengingat
muncul ketika Isfahan sedang mengalami pembangunan besar-besaran saat Dinasti
Safawi berkuasa di wilayah Iran saat ini selama dua setengah abad (1499-1722). Selain
indah, Isfahan juga memiliki objek wisata budaya dan religi yang tak kalah
hebat dari kota-kota lainnya di kawasan Timur Tengah. Keunikan Isfahan sebagai
aset budaya Timur Tengah, tak lepas dari perjalanan sejarah yang amat panjang
yang dimiliki kota ini. Sejak berabad lalu, kota yang dibelah Sungai Zayandeh
Rud ini terus mengalami perubahan budaya dengan mewariskan banyak bangunan tua
berarsitektur budaya Islam. Karenanya tak mengherankan jika Isfahan ditetapkan
sebagai 'Ibukota Kebudayaan Islam'. Salah satu bangunan peninggalan Islam yang
masih berdiri kokoh di sana adalah Masjid Imam (Imam Mosque).
Berada di kawasan Grand Bazaar
Esfahan, Masjid Imam termasuk bangunan paling megah di kota Isfahan. Masjid ini
kian indah dengan empat menara yang menjulang setinggi 160 kaki. Sebagian besar
masjid ini dibangun dari bahan keramik dan batu piruz. Keindahan dan kemegahan
Masjid Imam kian kentara dengan kehadiran sebuah kolam besar di tengah
pelataran masjid. Karenanya, Masjid Imam menjadi center point areal Grand
Bazaar Esfahan. Masjid yang dibangun pada abad ke-17 M ini semula dikenal
dengan nama Masjid Shah. Nama tersebut mengacu kepada penguasa Safawi
yang memerintah di Isfahan pada masa itu, Sultan Shah Abbas I. Shah Abbas I
merupakan salah satu kepala negara yang getol melakukan pembangunan fisik kota
Isfahan. Konon, proses pembangunan masjid ini memakan waktu hingga 20 tahun
lamanya. Arsitektur masjid dirancang oleh Ali Esfahani di atas lahan total
seluas 12.264 meter persegi. Masjid Imam merupakan masjid yang menerapkan pola
arsitektur Seljuk dengan menampilkan lengkung-lengkung iwan yang membentuk
sebuah beranda yang sangat besar yang terdapat di setiap sentral sisi-sisi
pelataran. Pembangunan masjid ini diperkirakan menghabiskan 18 juta batu bata
dan 472.500 keramik.
www.pbase.com
Hampir seluruh dinding masjid ditutup
keramik mozaik dengan perpaduan warna biru (turquise) dan coklat, serta
kuning. Ada juga penutup tiang dari marmer hijau yang tampak amat jernih. Motif
keramik bervariasi dari bunga hingga pola geometris (perpaduan Indo Europian
dan Sasanid). Seperti halnya masjid-masjid lain di Iran, masjid ini pun
mempunyai kubah besar yang ditempatkan di arah kiblat. Selain itu pada beberapa
bagian masjid tampak kubah-kubah kecil yang juga khas bangunan rumah di Iran
yang disebut 'kiosk'. Menurut kamus, 'kiosk' bermakna pola
bangunan di Iran dan Turki yang atapnya disangga banyak pilar.
Teknik ini sudah lama dipakai di
kawasan Persia, bahkan penemunya pun diklaim para arsitek Persia kuno, walaupun
lebih berkembang di Turki pada masa Dinasti Ottoman (Turki Utsmani). Para
arsitek Persia ini dianggap berhasil menemukan teknik membangun kubah bundar di
atas pondasi segi empat dengan keempat lengkung diagonalnya. Kubah Masjid Imam
ini oleh banyak arkeolog dan pengamat arsitektur klasik dipandang sebagai karya
kubah dengan ubin berwarna masa Safawi yang paling brilian. Penilaian itu lebih
karena pada keindahan motif dan komposisi warnanya. Selain itu, juga bentuk
pecahan ubin yang mengikuti bentuk lengkungan pada bagian kubah dan juga pada menaranya
yang berbentuk silinder.
Selain kedua unsur tadi (kubah dan
menara), gerbang masuk utama masjid sebagian besar juga dilapisi oleh glazed
tiles dengan pola lukisan yang tidak sederhana dengan warna yang beragam
pula. Teknik ini, pada masa itu dianggap lebih efisien daripada menggunakan
mosaik tile. Masjid Imam juga menjadi salah satu bukti kecanggihan perkembangan
teknologi arsitektur Islam pada abad pertengahan. Satu hal yang juga telah
dipikirkan arsitek masjid pada abad ke-17 ini adalah bangunan tahan gempa.
Arsitek Iran memahami bahwa wilayahnya termasuk ring of fire dan ring
of earthquake. Jadi, mereka harus mendesain bangunan yang kokoh dan tak
goyah oleh gempa. Buktinya, berabad-abad masjid itu masih tegak berdiri. Di
Masjid Imam, tiang-tiang utama penyangga bangunan dibuat beberapa lapis. Tiang
dengan tinggi sekitar 50 meter dibagi menjadi empat bagian mulai dari dasar,
bawah, tengah, dan penopang atap. Pada setiap pertemuan antarsisi terdapat besi
dan kayu yang menyerupai per. Sehingga, jika gempa mengguncang, tiang hanya
akan bergoyang dan bangunan pun tetap berdiri hingga sekarang.
Redaktur: Budi Raharjo
Reporter: Nidia Zuraya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar